AKHIR DINASTI CAKRANINGRAT
Raden Tumenggung
Surodiningrat putra dari Pangeran Tjakraningrat IV. Diangkat menjadi Bupati di
Madura dengan gelaran Raden Adipati Setjoadiningrat (1745). Beliau berdiam juga
dikraton Sambilangan, Sidaju yaitu di gantikan saudara muda dari Bupati Gersik
bernama Tumenggung Djojodiredjo. Sesudah di Madura teratur sedemikian. Maka
Compagnie Belanda mengirim kapal perang ke Banjarmasin untuk menangkap Pangeran
Tjakraningrat IV. Lalu terus ke kaap de Goade Hoop sehingga kemudian wafat
disana. Dari sebab itu beliau disebut orang Panembahan Shiding kaap (1753).
Kedua orang putranya yaitu Raden Tumenggung Sosradiningrat dan Rorodiningrat dibuang (di interneer) ke
Ceylon. Kedua orang putranya yang lain ada di Banjarmasin. Seorang bersuami
Sultan Banjarmasin yaitu Ratu Sugih dan yang kedua bersuami saudara dari Sultan
Banjarmasin yaitu Ratu Anom.
Didalam tahun 1747 Kraton di
Sambilngan dipindahkan kekota Bangkalan
(ditanah yang sekarang berdiri Kodim Bangkalan). Juga di Bangkalan oleh
Compagnie Belanda didirikan sebuah benteng pertahanan yang di tempati
serdadu-serdadu Compagnie Belanda,
maksudnya untuk tidak memberi kemungkinan kepada keluarga kerjaan Madura
mengadakan perlawanan atau pemogokan terhadap Compagnie Belanda (1747).
Kemudian benteng itu dipakai sebagai kantor Asisten Presiden Bangkalan. Didalam
Tahun 1747 itu Raden Adipati Setjoadiningrat pada waktu perpindahan keraton ke
Bangkalan mendapat gelaran Adipati Setjoadiningrat . kedua orang putri yang
bersuami di Banjarmasin tadi, kemudian bercerai dan sama-sama kembali ke Bangkalan,
setelah ada di Bangkalan kedua orang putrinya tadi bersuami pula yaitu: Ratu
Sugih bersuami Raden Panji Wirodiningrat dan Ratu Anom bersuami Raden Ario
Surjodilogo di Sidaju. Yang ada di Sidaju itu mempunyai putra Raden Ario
Surodiningrat yang terus menurunkan ada disana. Raden Tumenggung Susrodiningrat
meninggal di Ceylon sedangkan Raden Tumenggung Ronodiningrat dapat idzin
Compagnie kembali pulang ke Bangkalan.
Didalam tahun 1750 Bupati
Surabaya yang bernama Tumenggung Sutjonegoro dari Djebolang. Mengdakan pemberontakan terhadap Compagnie
Belanda. Didalam pemberontakan itu. Compagnie meminta bantuan dari Pangeran
Adipati Setjodiningrat di Bangkalan. Beliau sanggup membantunya dengan
permintaan kepada Compagnie apabila putra beliau nanti diangkat menjadi Bupati
Surabaya. Compagnie menyanggupkan itu pengangkatan apabila pemberontakan dapat
dibasmi. Maka pangeran Adipati Setjodiningrat mengirimkan pasukannya dibawah
pimpinan Patih Bangkalan Mas Ario Mantjonegoro yang masuk ke Surabaya melalui
Gersik sehingga pemberontakan dapat didipadamkan, sedangkan Raden Tumenggung
Setjodiningrat menyingkir ke Srengat.
Maka Pangeran Adipati Setjoadiningrat
sesudah Surabaya aman telah aman kembali, meminta kepada Compagnie agar supaya
memenuhi apa yang telah dijanjikan kepada beliau. Setelah lama menunggunya,
maka Compagnie memenuhi janjinya mengangkat putra beliau yang bukan sebagai
Bupati di Surabaya, akan tetapi sebagia Bupati di Sidaju dengan nama Raden
Tumenggung Sorodiningrat , sedang Bupati di Sidaju yang Bernama Raden
Tumenggung Djojodiredjo dipecat dari pekerjaanya dan kembali ke Gersik. Yang
diangkat menjadi Bupati di Surabaya adalah dua orang saudara dari Bupati yang
berontak tadi. Maka dari itu Surabaya di bagi dua. Sebagai Bupati tertua (ke
sepuluh) diangkat di Surabaya Tumenggung Tjondronegoro dan sebagi Bupati yang
lebih muda (kanoman) diangkat di Surabaya Tumenggung Djojonegoro. Didalam tahun
1753 setelah ayahnya meninggal di Kaap de Geode Hoop. Pangeran Adipati
Setjoadiningrat meminta kepada Compagnie agar supaya jenazah ayanhya dibawa ke
Bangkalan, Permintaan tersebut diperkanankannya dan jenazah ayahnya tersebut di
makamkan di Aermata (Arosabaya).
Didalam tahun 1762 di Semarang
di adakan kumpulan (Conferentie) dari semua Bupati didaerah pesisiran. Didalam kesempatan itu, maka
Pangeran Adipati Setjoadiningrat diberi gelaran Tjokroadiningrat (Keterangan:
sejak ini panembahan, maka gelaran Tjakraningrat berubah Tjokroadiningrat
sehingga sampai kepada Bupati pertama di Bangkalan). Beliau didalam babad
Madura terkenal dengan nama panembahan Tjokroadiningrat V. Didalam kumpulan
tersebut diatas beliau diangkat sebagai Bupati Wadhono di Pangwetan yaitu dari
Madiun ke Blambangan, nama Bupati Wadhono itu. Didalam buku berbahasa Belanda
disebut dengan perkataan ,,Hoofd-Regent”.
Demikian Akhir dari Gelar
Cakraningrat di Tanah Madura Barat. Selanjutnya gelar Cakraningrat tidak ada
lagi dan berganti menjadi Adiningrat.
Source : - Catatan kecil keluarga, - Tata Tjara pemerintahan ( Kj. Zainal Fatah ). - Catatan Adikara - Pamekasan.
Posted by : Den Mas Agus
0 komentar:
Posting Komentar