Jumat, 29 Juli 2016

Cakraningrat


AKHIR DINASTI CAKRANINGRAT




Raden Tumenggung Surodiningrat putra dari Pangeran Tjakraningrat IV. Diangkat menjadi Bupati di Madura dengan gelaran Raden Adipati Setjoadiningrat (1745). Beliau berdiam juga dikraton Sambilangan, Sidaju yaitu di gantikan saudara muda dari Bupati Gersik bernama Tumenggung Djojodiredjo. Sesudah di Madura teratur sedemikian. Maka Compagnie Belanda mengirim kapal perang ke Banjarmasin untuk menangkap Pangeran Tjakraningrat IV. Lalu terus ke kaap de Goade Hoop sehingga kemudian wafat disana. Dari sebab itu beliau disebut orang Panembahan Shiding kaap (1753). Kedua orang putranya yaitu Raden Tumenggung Sosradiningrat  dan Rorodiningrat dibuang (di interneer) ke Ceylon. Kedua orang putranya yang lain ada di Banjarmasin. Seorang bersuami Sultan Banjarmasin yaitu Ratu Sugih dan yang kedua bersuami saudara dari Sultan Banjarmasin yaitu Ratu Anom.
Didalam tahun 1747 Kraton di Sambilngan  dipindahkan kekota Bangkalan (ditanah yang sekarang berdiri Kodim Bangkalan). Juga di Bangkalan oleh Compagnie Belanda didirikan sebuah benteng pertahanan yang di tempati serdadu-serdadu Compagnie Belanda,  maksudnya untuk tidak memberi kemungkinan kepada keluarga kerjaan Madura mengadakan perlawanan atau pemogokan terhadap Compagnie Belanda (1747). Kemudian benteng itu dipakai sebagai kantor Asisten Presiden Bangkalan. Didalam Tahun 1747 itu Raden Adipati Setjoadiningrat pada waktu perpindahan keraton ke Bangkalan mendapat gelaran Adipati Setjoadiningrat . kedua orang putri yang bersuami di Banjarmasin tadi, kemudian bercerai dan sama-sama kembali ke Bangkalan, setelah ada di Bangkalan kedua orang putrinya tadi bersuami pula yaitu: Ratu Sugih bersuami Raden Panji Wirodiningrat dan Ratu Anom bersuami Raden Ario Surjodilogo di Sidaju. Yang ada di Sidaju itu mempunyai putra Raden Ario Surodiningrat yang terus menurunkan ada disana. Raden Tumenggung Susrodiningrat meninggal di Ceylon sedangkan Raden Tumenggung Ronodiningrat dapat idzin Compagnie kembali pulang ke Bangkalan.
Didalam tahun 1750 Bupati Surabaya yang bernama Tumenggung Sutjonegoro dari Djebolang.  Mengdakan pemberontakan terhadap Compagnie Belanda. Didalam pemberontakan itu. Compagnie meminta bantuan dari Pangeran Adipati Setjodiningrat di Bangkalan. Beliau sanggup membantunya dengan permintaan kepada Compagnie apabila putra beliau nanti diangkat menjadi Bupati Surabaya. Compagnie menyanggupkan itu pengangkatan apabila pemberontakan dapat dibasmi. Maka pangeran Adipati Setjodiningrat mengirimkan pasukannya dibawah pimpinan Patih Bangkalan Mas Ario Mantjonegoro yang masuk ke Surabaya melalui Gersik sehingga pemberontakan dapat didipadamkan, sedangkan Raden Tumenggung Setjodiningrat  menyingkir ke Srengat. Maka Pangeran Adipati  Setjoadiningrat sesudah Surabaya aman telah aman kembali, meminta kepada Compagnie agar supaya memenuhi apa yang telah dijanjikan kepada beliau. Setelah lama menunggunya, maka Compagnie memenuhi janjinya mengangkat putra beliau yang bukan sebagai Bupati di Surabaya, akan tetapi sebagia Bupati di Sidaju dengan nama Raden Tumenggung Sorodiningrat , sedang Bupati di Sidaju yang Bernama Raden Tumenggung Djojodiredjo dipecat dari pekerjaanya dan kembali ke Gersik. Yang diangkat menjadi Bupati di Surabaya adalah dua orang saudara dari Bupati yang berontak tadi. Maka dari itu Surabaya di bagi dua. Sebagai Bupati tertua (ke sepuluh) diangkat di Surabaya Tumenggung Tjondronegoro dan sebagi Bupati yang lebih muda (kanoman) diangkat di Surabaya Tumenggung Djojonegoro. Didalam tahun 1753 setelah ayahnya meninggal di Kaap de Geode Hoop. Pangeran Adipati Setjoadiningrat meminta kepada Compagnie agar supaya jenazah ayanhya dibawa ke Bangkalan, Permintaan tersebut diperkanankannya dan jenazah ayahnya tersebut di makamkan di Aermata (Arosabaya).
Didalam tahun 1762 di Semarang di adakan kumpulan (Conferentie) dari semua Bupati didaerah  pesisiran. Didalam kesempatan itu, maka Pangeran Adipati Setjoadiningrat diberi gelaran Tjokroadiningrat (Keterangan: sejak ini panembahan, maka gelaran Tjakraningrat berubah Tjokroadiningrat sehingga sampai kepada Bupati pertama di Bangkalan). Beliau didalam babad Madura terkenal dengan nama panembahan Tjokroadiningrat V. Didalam kumpulan tersebut diatas beliau diangkat sebagai Bupati Wadhono di Pangwetan yaitu dari Madiun ke Blambangan, nama Bupati Wadhono itu. Didalam buku berbahasa Belanda disebut dengan perkataan ,,Hoofd-Regent”.
Demikian Akhir dari Gelar Cakraningrat di Tanah Madura Barat. Selanjutnya gelar Cakraningrat tidak ada lagi dan berganti menjadi Adiningrat.








Source : - Catatan kecil keluarga, - Tata Tjara pemerintahan ( Kj. Zainal Fatah ). - Catatan Adikara - Pamekasan.
Posted by : Den Mas Agus

0 komentar:

Posting Komentar