Jumat, 15 Juli 2016

MAHKOTA MADURA



MAHKOTA CAKRANINGRAT IV


P. Cakraningrat IV ( 1718-1745 ),  Beliau adalah saudara dari Pangeran Cakraningrat III. Pada masa pemerintahannya Tunjung Sekar Kdaton dipindah ke Sembilangan. Kraton Sembilangan yang struktur bangunannya terbuat dari Kayu Cendana dan beratapkan “Blingeh’”(Bhs. Madura) itu berdiri dan dilestarikan oleh keturunannya sampai pada akhir abad ke 18. Pada akhir abad ke 18 Tepatnya Tahun 1891, kebakaran dahsyat menghabiskan seluruh sisa-sisa kraton. Adapun sisa-sisa kayu yang masih bisa dipergunakan di jadikan sebuah Musholla yang terletak di Dusun Sembilangan Barat desa Sembilangan. Namun pada era 1990an, Musholla tersebut tidak terawat dan dirobohkan oleh Raden Panji Basoenastomo yang merupakan keturunan dari Cakraningrat IV trah dari Te Arjeh Alas atau Raden Panji Aryo Adikoesoemo cicit dari P. Cakraningrat IV.
Menilik peristiwa terbakarnya kraton Cakraningrat IV, banyak benda-benda pusaka yang hangus bersamanya, dari banyak peti sisa peninggalan beliau, Raden Mas Murtisari yang mana saat kebakaran terjadi beliau sedang hamil besar, berusaha menyelamatkan barang-barang berharga peninggalan Raja seperti Kitab-kitab kanuragan, Buku-buku bertuah, hadist-hadist dan termasuk benda-benda pusaka lainnya, termasuk mahkota raja. Sementara suami beliau; Raden Panji Ra’is sedang berada diluar negeri. Namun apalah dikata, dengan segenap usaha beliau, beliau hanya bisa menyelamatkan 7 (tujuh) peti yang berisikan sejarah-sejarah perjuangan, ilmu-ilmu kanuragan dan satu peti berisikan pakaian kebesaran raja lengkap dengan mahkotanya. 
Bentuk mahkota yang diceritakan oleh beliau sebelum beliau meninggal sangatlah luar biasa indah, terbuat dari emas murni 24 karat bertaburkan intan permata dan terdapat merah delima salah satu sisinya. Serta kilauannya akan membuat takjub bagi setiap insan yang memandangnya. 
Beberapa tahun kemudian, tersebutlah kepala Desa Kramat bernama Abdoel Malik datang berkunjung ke Raden Mas Murtisari dan mengutarakan keinginannya untuk meminjam Mahkota tersebut demi pernikahan putrinya. Dan dengan dasar prasangka baik, maka dipinjamkanlah mahkota Cakraningrat IV tersebut kepadanya dengan harapan dapat segera dikembalikan. Dan Beliau tidak mengetahui bahwa kepala desa tersebut telah bekerjasama dengan Belanda, sehuingga begitu pesta pernikahan usai, Mahkota tersebut tidak kunjung jua dikembalikan dan akhirnya diketahui bahwa itu merupakan tipudaya klebun Malik yang didukung oleh kompeni Belanda, dan mahkota tersebut olehnya diserahkan kepada Belanda dan tidak ketahuan rimbanya hingga sekarang.
Kejadian tersebut membuat amarah luar biasa pada Raden Mas Murtisari beserta segenap keluarga besarnya, namun nasi sudah menjadi bubur, apalah daya hanya doa yang dipanjatkan kepada Yang Maha Agung, Alloh SWT. Atas kejadian tersebut. Sehingga kejadian luar biasa menimpa Kades Malik disaat dia meninggal dunia, yaitu lidahnya terjulur keluar panjang sekali sehingga menyentuh tanah.
Beberapa tahun kemudian, Raden Panji Moh. Ra’is suami dari Raden Mas Murtisari datang dari luar negeri, setelah mengetahui kejadian tersebut, beliau memutuskan untuk tidak lagi bepergian jauh. Namun Alloh SWT. Berkehendak lain, lagi-lagi prahara melanda.
Bermula dari pamannya, Raden Panji Aryo Djamal atau yang lebih dikenal dengan sebutan mbah Joyo, mempelajari ilmu kanuragan peninggalan Cakraningrat IV tanpa pendamping, maka beliau salah arah. Sehingga pikirannya tak menentu dan secara diam-diam membakar keenam peti sisanya tersebut dibelakang rumahnya. Hal ini diketahui oleh RM. Murtisari namun sudah terlambat juga karena api sudah melalap semua perbendaharaan didalamnya. Api tersebut tidak berwarna merah namun berwarna biru serta berkobar terus menerus selama tujuh hari tanpa padam sedetikpun. Sungguh suatu keanehan yang nyata dari bekas peninggalan para raja masa lalu di Sembilangan.
Singkat Cerita, Kehidupan Raden Mas Murtisari jatuh miskin dan serba kekurangan, sehingga pusaka-pusaka peninggalan berupa keris-keris, tombak, kuningan dan sebagainya terjual sedikit demi sedikit untuk kehidupannya. Penulis sendiri masih ingat banyak macam perlengkapan yang terbuat dari kuningan terjual kepada pembeli yang bernama “Marsolang” untuk menghidupi keluarga, saat itu penulis masih kecil dan belum tahu banyak betapa berharganya barang-barang tersebut.
Sedangkan senjata-senjata berupa keris dan sebagainya selain dijual banyak juga yang diberikan secara Cuma-Cuma kepada masyarakat. Salah satunya yang terjual kepada Bapak We’an ( Pelinggian Barat Desa Kramat ) dan juga diberikan kepada Bapak Hambari juga kepada Bu’ Romli Pelinggian Barat, Termasuk sawah yang digadaikan kepadanya hingga kini masih belum di tebus juga.
Demikianlah sekilas tentang Mahkota Cakraningrat IV, cerita ini bersumber langsung dari RM. Murtisari dan keturunannya.
Sampai jumpa pada artikel berikutnya tentang catatan Sejarah asli dari Sembilangan. 





Source : RM. Murtisari
Posted by : Den Agus

0 komentar:

Posting Komentar